Senin, 25 April 2011

Ulasan Potert Pendidikan Di Indonesia

Asyrotu ‘anni.. →
[Kebodohan] Potret Pendidikan Indonesia
Posted on Oktober 5, 2008 by BikPici™

Alhamdulillah, begitu banyak nikmat Allah mengalir dalam raga ini. Pun ketika ayah diberi riski cukup untuk menyekolahkan kami, anak-anaknya. Bersyukurlah bagi siapa pun yang mengecap manisnya duduk di bangku sekolah dan mencetak prestasi. Karena kenyataannya, begitu banyak saudara kita yang tak mampu secara finansial mengambil haknya untuk sekolah. Begitu juga Lintang.. Ikal.. Mahar.. Harun.. Dan pasukan laskar pelangi lainnya..

Mungkin tidak asing, atau sudah bosan sobat baca tulisan tentang laskar pelangi, begitu banyak teman yang mendokumentasikan hasil nobar laskar pelangi pada blog masing-masing. Pun saya saat ini. Sekedar ingin berbagi..

Saya seorang guru. Entah pantas atau tidak disebut sebagai seorang guru. Melihat perjuangan ibu Muslimah yang begitu luar biasa, membuat saya malu. Asstaghfirullah.. Itu lah guru yang sesungguhnya. Huff.. Masih terasa haru di hati ini saat mengingat fragmen kemarin. subhnAllah..

Dunia pendidikan adalah pilihan dan cita-cita saya sejak dulu. Walaupun kuliah mengambil jurusan komputer-awalnya-, tapi ilmu itu tetap saya turunkan melalui “mengajar”, bukan menjadi pegawai. Sampai akhirnya betul-betul membelokkan arah menuju fakultas pendidikan. Selama di sana, saya begitu terkesima dengan berbagai ilmu yang diajarkan.

Ketika turun ke lapangan, saya terhenyak..Ini lah potret pendidikan Indonesia. Saya PPLK II di sebuah Madrasah Tsanawiyah di tengah jantung kota Palembang. Sekolah sederhana, guru-guru sederhana nan luar biasa. Nampaknya, skenario Allah begitu berperan. Saya ingat, dulu saya pernah menuliskan beberapa poin list keinginan untuk lima tahun ke depan, kalo ga salah saya nulis itu tahun 2003. dan dikabulkan oleh Allah salah satunya pada tahun 2007.

“Saya ingin menjadi guru bagi anak-anak yatim piatu”

Itu salah satunya. Dan Allhamdulillaaah.. Nikmat Allah begitu membuat saya tergugu dan menjadi insan paling bersyukur saat itu. Saya ditempatkan mengajar di madrasah tsanawiyah yang 75% siswanya adalah anak-anak panti asuhan dan yatim piatu. Mereka sekolah gratis, di bawah yayasan Islam. Pun ada yang bayar, mereka adalah siswa di luar panti asuhan. Ada sekitar 6 panti asuhan yang menyekolahkan anak nya di madrasah itu. Satu kelas hanya terdiri dari 15 siswa saja. Malah ada yang 10 siswa. Bahagia berada di tengah anak-anak yang sangat dicintai Rosulullah itu. Bahagia bisa mengusap kepala mereka setiap hari. Bahagia bisa menggenggam tangan mungil mereka ketika terisak sambil berkata,

“aku belum ketemu samo mamak aku sampe saat ini, bu”

Huff.. Anak-anak ku tersayang, mereka juga berhak mendapatkan kehidupan yang sama dengan anak-anak yang lain..

Ingin rasanya memeluk mereka semua, menenangkan, memberi keyakinan,

“jangan putus asa, beranilah bermimpi.. Beranilah membangun cita-cita.. “

Seperti yang dikatakan ibu Muslimah pada Laskar Pelangi..

Lintang..
Menjadi icon anak bangsa yang cerdas tapi terpasung dengan kehidupan yang menyulitkan. Menjadi anak tua dengan tiga adik perempuan yang menjadi tanggung jawab besarnya. Orang tua yang sudah tidak ada, membuat ia harus berhenti sekolah. Padahal, jika saja dia tetap sekolah, akan menjadi pengharum bangsa, bahwa ada satu anak cerdas dari sekolah yang hampir dibubarkan dan roboh. Bisa jadi, Lintang menjadi Presiden Indonesia satu-satunya dari tanah Balitong.

Dan..
Jika saja pemerintah “peka” dengan kebutuhan anak-anak bangsa yang menjerit ingin sekolah, maka anak-anak itu tidak perlu menjadi kuli angkut barang di pasar, pemecah batu, penjual koran, atau apapun lah, sebagai ganti aktivitas sekolah. Dan, kebodohan di negeri ini akan segera terhapuskan.

Indonesia menjadi bangsa “tak beretika” karena di mulai dari kebodohan. Korupsi meng-akar, karena yang korupsi adalah manusia-manusia paling bodoh sedunia yang tersesat menjadi pegawai pemerintahan. Kriminal merajalela karena sang penjahat bodoh tak mampu mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan, dan kondisi memaksa ia untuk menjadi bodoh tak mengetahui bahwa yang ia kerjakan merugikan orang lain dan dilarang oleh agama.

Negeri ini terpuruk karena kita bodoh tak mau belajar dari sejarah. Tak mampu menghargai hasil karya dan bodohnya kita tak mau merubah kondisi ini menjadi lebih baik, dan lagi-lagi sangat tololnya kita malah membeli “otak” luar negeri untuk membangun negeri ini daripada mengkaryakan “otak” anak bangsa yang jauuuuuuuuuuuuuuuuuh lebih luar biasa dari orang luar negeri yang picik itu.

Huff…

Potret pendidikan indonesia..

“saya mendapat PMDK Kedokteran Unsri, mbak. Tapi saya tetap ga mampu untuk membiayai kuliah selama 6 tahun itu. Saya lebih milih kerja, daripada kuliah. Karena kondisi orang tua sangat membutuhkan saya membantu menopang kebutuhan adik-adik”

Lihaaat??!!! Lihaaat??!!! Ini fakta!!

Seorang adik rohis berkata dengan kelu nya kepada saya saat itu. Sakiitt.. Demi Allah!! Sakit!! Begitu miskin kah negeri ini sampai tak ada yang mampu membantu ia untuk terus sekolah?? Begitu sulitkah birokrasi di negeri ini untuk memudahkan ia mendapatkan beasiswa?? AllahuAkbaar!!

Begitu banyak Lintang-Lintang yang lain “berserakan” di negeri tercinta ini. Mau diapakan?? Lembaga pendidikan malah menampung mahasiswa-mahasiswa tak berbobot, YANG MENYOGOK RATUSAN JUTA DEMI PRESTISE KULIAH DI UNIVERSITAS NEGERI!!!! Pun Lembaga Swasta yang berlomba “menjual belikan” bangku kuliah dengan nominal grade yang didapat sang calon mahasiswa. Komersialisasi Pendidikan.. Inilah yang terjadi.. Pembodohan yang bertubi-tubi!!!

Saat ikhtiar dimulai dengan sesuatu yang tak diridhoi Allah, maka hasilnya?? Akan seperti fatamorgana.. Sia-sia tak bermanfaat..

Di Papua, seorang penjaga sekolah “terpaksa” menjadi satu-satunya guru mencakup kepala sekolah. Karena guru yang sesungguhnya, tak mampu mengajar di pelosok, pun kepala sekolah yang terhormat. Padahal, perjuangan para murid untuk mencapai sekolah itu jauh lebih luar biasa dari pada guru dan kepala sekolah yang mendapat fasilitas rumah dari pemda. Sama seperti Lintang, harus sabar menunggu buaya berlalu, baru kemudian meneruskan laju sepeda yang mengantarkan ia ke gerbang sekolah. Tapi Lintang jauh lebih beruntung, sang guru begitu sabar menunggu kedatangan ia di dalam kelas. Tidak begitu dengan anak-anak Papua itu. Guru dan kepala sekolah justru meninggalkan mereka dengan cita-cita yang belum begitu kokoh terpancang.

MENJADI GURU YANG SESUNGGUHNYA ADALAH SANGAT SULIT

Butuh keikhlasan, tanpa pamrih mengalirkan ilmu kepada hati-hati si kecil yang baru belajar membangun mimpi dan menciptakan sebuah cita-cita masa depan. Seperti Rosulullah.. Guru yang sesungguhnya..

Apapun kondisinya.. Guru tetaplah guru.. Sosok yang digugu.. Yang dicontoh.. Uswatun hasanah..

Bukan guru yang mengharap imbalan kado saat bagi rapot tiba, atau guru yang masuk kelas memberi tugas LKS lalu berlalu dan duduk manis di kantor sambil ngegosip yang ga perlu dengan para guru yang lain, yang ternyata sama BODOHnya!!!! (lha.. Gimana ga bodoh, kerjanya ngegosip doang, kalo pinter ya ngajar tugasnya, berhubung bodoh, jadi ga ada ilmu yang mo dia ajarkan.. Masih pinteran penjaga sekolah di Papua itu, buktinya ajah bliau ikhlas mengajarkan ilmu yang bliau punya kepada anak didik yang dinggal oleh guru dan kepala sekolah yang BODOH!!! Ga pantes disebut guru, ugh!! Mencoreng nama baik GURU sedunia!!)

Potret pendidikan Indonesia..

Begitu banyak harapan yang diterbangkan di awang-awang.. Semoga sampai ke langit ke tujuh. Se-iring ikhtiar yang membanjir peluh. Semoga mampu merayu hati-Nya untuk mengalirkan berjuta kebaikan pada negeri ini.. Amin.. Allahumma Amiin..

Dedicated for :
- Pendidik yang terdidik dan mendidik di muka bumi.. Teruslah menjadi lentera, menerangi kami dengan ilmu dan menyejukkan hati kami dengan pekerti..
- Panda Besarku.. Terima kasih sudah mengajariku menjadi guru yang ikhlas..
- Amel.. Ade ku sayang, jadilah guru yang sesungguhnya, semoga peluh yang mengalir, berganti dengan nikmat dan kesabaran.. Tetap semangat!!!
Seperti kata kepala sekolah nya Lintang, “hidup itu.. Memberi dengan sebanyak-banyaknya, bukan meminta sebanyak-banyaknya.. “.
Klo gi BT di lab 1b, samperin bikpici ajah di lab tkj :D
- indah.. Ade ku yang selalu bersemangat.. Terima kasih untuk waktunya kemarin yah, plus tisunya :) terkadang, apa yang menurut kita baik, belum tentu itu yang terbaik :) bisa jadi apa yang tidak baik u/ kita, malah itu lah yang terbaik buat kita.. :) bersyukurlah dengan apa yang ade punya.. tetap semangat!!! Sebuah anugerah terindah, bisa bertemu dan mengikat hati dengan kalian berdua..
This entry was posted in terus bergerak. Bookmark the permalink.
← Maafin BikPici™ Yaah..
Asyrotu ‘anni.. →

Potert Pendidikan Di Indonesia

* Tentang Kami
* Kop Penerbitan
* Ketentuan Hak Cipta

Realita dan Idealisme Pendidikan Nasional

Oleh Wika Yunita Ilham | 10 December 2007 | Opini

Krisis multidimensi yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 berdampak pada mutu sumber daya manusia (SDM) Indonesia dan juga pada mutu pendidikan di Indonesia. Hal tersebut terlihat dari indikator secara makro, yakni pencapaian Human Development Index (HDI) dan indikator secara mikro, seperti misalnya kemampuan dalam hal membaca dan menulis.

Pada tahun 2005, HDI Indonesia menduduki peringkat 110 dari 177 negara di dunia. Bahkan peringkat tersebut semakin menurun dari tahun-tahun sebelumnya. HDI Indonesia tahun 1997 adalah 99, lalu tahun 2002 menjadi 102, kemudian tahun 2004 merosot kembali menjadi 111 (Human Development Report 2005, UNDP). Menurut Laporan Bank Dunia (Greaney, 1992) dan studi IEA (International Association for the Evaluation of Educational Achievement), di Asia Timur menunjukkan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD di Indonesia berada pada peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong), 74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia). Kondisi anak-anak Indonesia hanya mampu menguasai 30 persen dari materi bacaan dan mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan penalaran. Hal ini disebabkan karena mereka sangat terbiasa dalam menghapal serta mengerjakan soal pilihan ganda.

Sementara itu, kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia (berdasarkan survei Political and Economic Risk Consultant). Dalam hal daya saing, Indonesia memiliki daya saing yang rendah, yaitu hanya menduduki urutan ke-37 dari 57 negara di dunia (The World Economic Forum Swedia, 2000). Ini artinya: Indonesia hanya berpredikat sebagai follower, bukan sebagai leader.

Privatisasi pendidikan
Rencana pemerintah untuk melakukan privatisasi pendidikan tercermin dalam UU Sistem Pendidikan Nasional, RUU Badan Hukum Pendidikan, Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pendidikan Dasar dan Menengah, dan RPP tentang Wajib Belajar. Pasal 53 (1) UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menjelaskan bahwa penyelenggara satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum pendidikan.

Privatisasi pendidikan di Indonesia mengindikasikan semakin melemahnya peran negara dalam melaksanakan sektor pelayanan publik. Privatisasi pendidikan di Indonesia tidak lepas dari adanya tekanan utang serta kebijakan dalam pembayaran utang. Hutang luar negeri Indonesia mencapai 35-40 persen dari anggaran APBN setiap tahunnya. Pada akhirnya, membuat dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8 persen (Kompas, 10/5/2005). Sebagai perbandingan, Pemerintah India menanggung pembiayaan pendidikan 89 persen pada tahun 1992, sedangkan Indonesia hanya menyediakan 62,8 persen. Bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan negara yang lebih terbelakang seperti Sri Lanka (UNESCO dan Bank Dunia dalam “The World Bank,” 2004).

Pada saat era reformasi bergulir, alokasi anggaran pendidikan nasional menjadi 20 persen dari total APBN dan ini diatur UUD 1945 hasil amandemen. Namun dalam rancangan APBN 2006 yang disahkan menjadi UU APBN 2006 pada akhir Oktober 2005, pendidikan nasional hanya mendapatkan alokasi anggaran sebesar 10 persen atau Rp 40,1 triliun, dimana Rp 34,5 triliun untuk Depdiknas dan sisanya Rp 5,6 triliun untuk pendidikan di Departemen Agama.

Membangun pendidikan di Indonesia
Realita sehari-hari sering terdengar tentang pendidikan yang berkualitas selalu identik dengan biaya mahal atau tidak gratis. Misalnya, biaya seorang anak untuk masuk TK dan SD saja saat ini membutuhkan biaya Rp 500 ribu sampai Rp 1 juta. Bahkan ada yang memungut di atas Rp 1 juta. Sedangkan untuk masuk SLTP atau SMA bisa mencapai Rp 1 juta sampai Rp 5 juta. Lalu pertanyaannya: siapakah yang harus membayar biaya pendidikan masyarakat? Jawabannya adalah kewajiban pemerintah dalam menjamin setiap warga negaranya untuk memperoleh pendidikan dan aksesnya secara bermutu. Tetapi nyatanya, pemerintah justru berkilah dari tanggungjawabnya. Padahal, alasan keterbatasan dana tidak dapat dijadikan sebagai alasan bagi pemerintah untuk “cuci tangan.”

Upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi pendidikan di Indonesia sebenarnya telah dilakukan dengan lahirnya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Dalam UU tersebut dinyatakan bahwa wewenang terbesar dalam bidang pendidikan ada di tangan pemerintah daerah, baik yang menyangkut anggaran maupun kebijakan yang bersifat strategis pada bidang kurikulum. Namun realita pelaksanaannya lain, ternyata di beberapa daerah mendapatkan kendala karena kurangnya ketersediaan anggaran pendidikan. Sedangkan berdasarkan pasal 31 ayat 4 UUD 1945 dan pasal 49 UU Sisdiknas, anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBD.

Ada beberapa hal yang harus dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Pertama, pembenahan sistem manajemen pendidikan. Sistem pendidikan nasional, yang telah disempurnakan dan disahkan pada tahun 2003, implementasinya harus dilakukan dengan sistem manajemen atau pengelolaan secara proporsional dan profesional, baik pada tingkatan makro maupun pada tingkatan mikro. Anggaran pendidikan pun harus memadai. Selain itu, harus diupayakan secara bersungguh-sungguh supaya biaya pendidikan sekurang-kurangnya mencapai 20 persen dari APBN/APBD, sebagaimana yang telah digariskan dalam UUD 1945.

Kedua, perlu adanya proses integrasi sistem pendidikan ke dalam setiap aspek kehidupan manusia, openess and flexibility in learning, learning strategies, teacher-student roles in learning, ICT (information and communication technology) in learning process, serta learning content and learning by doing. Selain itu, dalam proses pendidikan sendiri terjadi suatu proses (mendidik dan dididik), pembentukan manusia yang lebih manusia atau proses pemanusiaan. Ini berarti bahwa pendidikan mempunyai sifat mendasar yang disebut humanism intellectual. Proses mendidik dan dididik tidak bisa disangkali merupakan perbuatan yang bersifat fundamental. Pertanyaannya: sifat fundamental yang seperti apa? Bersifat fundamental adalah suatu perbuatan yang mengubah dan menentukan hidup manusia baik dari sisi pendidik maupun anak didik. Seorang pendidik berarti orang yang menentukan suatu sikap. Sedangkan anak didik adalah seseorang yang menerima pendidikan untuk selanjutnya bertumbuh menjadi manusia. Selain itu, pendidikan juga terjadi adanya proses komunikasi ilmiah (persekutuan ilmiah) yang membentuk pola pikir yang kritis dan kreatif.

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia juga tidak dapat terlepas dari pengaruh perkembangan global, di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat. Era pasar bebas merupakan tantangan bagi dunia pendidikan Indonesia karena tidak menutup kemungkinan membuat adanya peluang lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Untuk menghadapi pasar global, setidaknya kebijakan pendidikan nasional harus mengedepankan dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik secara akademik maupun nonakademik.

Wika Yunita Ilham, mahasiswa Fakultas Biologi
http://www.isdaryanto.com

Cara Mendidik Anak Yang Baik dan Positif

Anak yang secara aktif turut dilibatkan dalam tugas rutin dalam rumah tangga pada masa dewasanya akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar.
Sungguh menakjubkan bagaimana orangtua yang bahagia dan positif akan menghasilkan anak yang tumbuh menjadi pribadi yang mempesona.
Berikut ini adalah cara mendidik anak yang baik dan positif :
1. Ajarilah anak untuk mencintai dan menyayangi dirinya sendiri.
Caranya : Perhatikan diri Anda sendiri terlebih dahulu. Selalu sediakan waktu bagi diri Anda pribadi di tengah kesibukan harian Anda. Sediakan waktu bagi Anda untuk berolahraga, merawat diri, dan meluangkan waktu bagi pengembangan pribadi Anda. Sadarkah Anda bahwa orangtua yang tidak menghargai dirinya sendiri akan membesarkan anak dengan sifat serupa!
2. Luangkan waktu yang berkualitas setiap hari.
Tunjukkan betapa Anda sungguh bergembira atas kehadirannya. Jadilah ‘Ahli Gembira’ bagi putra-putri Anda. Ubahlah waktu mengerjakan tugas harian menjadi momen yang berharga dan istimewa. Bernyanyi, memeluk, berbagi tawa dan cerita dapat membuat saat-saat biasa menjadi tak terlupakan.
3. Jadilah pendengar yang baik.
Hal ini bukanlah hal yang mudah bagi orangtua. Betapa sering orangtua menyela dan sibuk dengan nasehat-nasehat bahkan pada saat anak belum selesai berbicara? Simpanlah kekuatiran-kekuatiran Anda pada saat mendengarkan. Cobalah untuk mendengarkan anak Anda sepenuhnya tanpa menghakimi. Anda perlu menahan diri untuk tidak memikirkan atau memberikan pendapat Anda sendiri. Dengarkan mereka dengan hati yang terbuka dan penyayang. Lupakanlah diri Anda dan tempatkanlah diri Anda pada sudut pandang anak Anda. Ajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai ganti dari memberikan pendapat. Cara orangtua mendengarkan tanpa menghakimi akan membuat anak merasa diterima dan dimengerti.
4. Seringlah tertawa, sebab kegembiraan itu menular!
Anggaplah pada saat ini diri Anda terpilih untuk melakukan tantangan ’30 hari tersenyum bersama keluarga’ ! Anda akan menyaksikan keajaiban dari kegembiraan dan kasih sayang yang Anda bawa kepada orang-orang di sekitar Anda. Buatlah momen sehari-hari menjadi luar biasa berkat kegembiraan dan semangat yang Anda bawa ke dalamnya.
5. Berilah pengakuan dan penghargaan.
Latihlah mulai dari diri Anda sendiri untuk memberikan penghargaan terhadap setiap keberhasilan, bahkan yang paling kecil sekalipun, yang telah Anda lakukan hari ini. Ajarlah diri Anda untuk memberikan penghargaan yang tulus atas tugas-tugas sederhana yang Anda berhasil Anda selesaikan. Penghargaan ini akan memberi semangat baru dalam hidup Anda untuk menjalankan tugas yang lebih besar.
Luangkanlah waktu 5 menit bagi diri Anda setiap harinya untuk memikirkan dan menuliskan kesuksesan-kesuksesan yang telah Anda raih hari ini. Rasakanlah bagaimana hidup Anda berubah, nikmatilah semangat baru yang mengisi setiap kegiatan Anda. Bagikanlah penghargaan ini juga kepada anak-anak Anda.  Berikanlah pujian, pengakuan dan penghargaan yang tulus kepada mereka. Ingat, penghargaan yang baik menekankan pada tindakan, bukan pada prestasi yang dicapai.
6. Disiplinkan anak dengan hormat.
Ajarkanlah anak turut bertanggung jawab atas tugas-tugas rutin dalam rumah tangga. Anak yang secara aktif turut dilibatkan dalam tugas rutin dalam rumah tangga pada masa dewasanya akan memiliki rasa tanggung jawab yang lebih besar.
Perbaiki kesalahan mereka dengan kelembutan namun Anda harus terus-menerus konsisten. Berikan konsekuensi yang wajar dari pelanggaran dengan tujuan untuk mengajarkan tanggung jawab. Janganlah memarahi apalagi mempermalukan anak di depan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat.
Ajaklah mereka ke tempat sepi untuk berbicara hanya empat mata dengan Anda. Berikan pengertian sejelas-jelasnya mengapa tindakannya salah. Mintalah anak meminta maaf bila ia berbuat salah. Anda pun perlu meminta maaf kepada anak di saat-saat Anda bersalah atau melalaikan janji Anda kepada mereka. Disiplinkanlah anak tanpa menunjukkan kuasa dan kemarahan Anda, maka anak akan belajar tumbuh dengan pengendalian diri yang tinggi. Sampaikan pesan kepada mereka bahwa meskipun perilaku mereka masih perlu ditingkatkan, namun Anda sebagai orangtua tetap menyayangi dan menyukai mereka.
7. Berilah ruang bagi putra-putri Anda untuk melakukan kesalahan.
Ingatlah, bahwa setiap orang, apalagi seorang anak, berhak untuk melakukan kesalahan. Kesalahan merupakan bagian dari proses pembelajaran. Temukanlah kebaikan dalam kesalahan-kesalahan yang mereka lakukan, maka anak Anda akan belajar untuk berani berjuang menghadapi tantangan dan resiko.
8. Tanamkan nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan semangat saling membantu.
Tunjukkanlah dalam keseharian Anda bagaimana Anda selalu konsisten dengan nilai-nilai ini. Libatkan juga putra-putri Anda dalam kegiatan sosial yang secara rutin Anda lakukan. Putra-putri Anda pun akan tumbuh dengan karakter positif yang kuat dalam diri mereka.
9. Fokuskanlah perhatian Anda pada hal-hal yang berjalan benar.
Milikilah keyakinan yang meneguhkan keluarga Anda di saat-saat sulit. Anak-anak Anda akan belajar menjadi pribadi yang optimis dan bersyukur setiap hari. Latihlah sikap positif dengan menemukan hal-hal positif dalam setiap hari Anda dan bersyukurlah atasnya selalu.
Cintailah anak Anda dengan tulus tanpa syarat, dan ungkapkanlah besarnya kasih sayang Anda tersebut kepada mereka. Anak yang berada dalam kasih sayang yang tulus akan tumbuh dengan lebih bergembira, percaya diri, menyenangkan, serta dapat diandalkan.***


itu tips dari pak isdaryanto....teman-teman...mari kita ikuti...biar anak kita menjadi anak yang sholeh dan sholehah....